Pendidikan dapat dilihat dalam dua sisi yaitu: (1)
pendidikan sebagai praktik dan (2) pendidikan sebagai teori. Pendidikan sebagai
praktik yakni seperangkat kegiatan atau aktivitas yang dapat diamati dan
disadari dengan tujuan untuk membantu pihak lain (baca: peserta didik) agar
memperoleh perubahan perilaku. Sementara pendidikan sebagai teori yaitu
seperangkat pengetahuan yang telah tersusun secara sistematis yang berfungsi
untuk menjelaskan, menggambarkan, meramalkan dan mengontrol berbagai gejala dan
peristiwa pendidikan, baik yang bersumber dari pengalaman-pengalaman pendidikan
(empiris) maupun hasil perenungan-perenungan yang mendalam untuk melihat makna
pendidikan dalam konteks yang lebih luas.
Diantara keduanya memiliki keterkaitan dan tidak bisa dipisahkan.
Praktik pendidikan seyogyanya berlandaskan pada teori pendidikan. Demikian
pula, teori-teori pendidikan seyogyanya bercermin dari praktik pendidikan.
Perubahan yang terjadi dalam praktik pendidikan dapat mengimbas pada teori
pendidikan. Sebaliknya, perubahan dalam teori pendidikan pun dapat mengimbas
pada praktik pendidikan
Terkait dengan upaya mempelajari pendidikan sebagai teori dapat
dilakukan melalui beberapa pendekatan, diantaranya:
(1) pendekatan sains;
(2) pendekatan filosofi; dan
(3) pendekatan religi. (Uyoh Sadulloh, 1994).
1. Pendekatan Sains
Pendekatan sains yaitu suatu pengkajian pendidikan untuk menelaah
dan dan memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan menggunakan disiplin ilmu
tertentu sebagai dasarnya. Cara kerja pendekatan sains dalam pendidikan yaitu
dengan menggunakan prinsip-prinsip dan metode kerja ilmiah yang ketat, baik
yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif sehingga ilmu pendidikan dapat
diiris-iris menjadi bagian-bagian yang lebih detail dan mendalam.
Melalui pendekatan sains ini kemudian dihasilkan sains pendidikan atau ilmu pendidikan, dengan berbagai cabangnya, seperti:
(1) sosiologi pendidikan; suatu cabang ilmu pendidikan sebagai
aplikasi dari sosiologi dalam pendidikan untuk mengkaji faktor-faktor sosial
dalam pendidikan;
(2) psikologi pendidikan; suatu cabang ilmu pendidikan sebagai
aplikasi dari psikologi untuk mengkaji perilaku dan perkembangan individu dalam
belajar;
(3) administrasi atau manajemen pendidikan; suatu cabang ilmu
pendidikan sebagai aplikasi dari ilmu manajemen untuk mengkaji tentang upaya
memanfaatkan berbagai sumber daya agar tujuan-tujuan pendidikan dapat tercapai
secara efektif dan efisien;
(4) teknologi pendidikan; suatu cabang ilmu pendidikan sebagai
aplikasi dari sains dan teknologi untuk mengkaji aspek metodologi dan teknik
belajar yang efektif dan efisien;
(5) evaluasi pendidikan; suatu cabang ilmu pendidikan sebagai
aplikasi dari psikologi pendidikan dan statistika untuk menentukan tingkat
keberhasilan belajar siswa;
(6) bimbingan dan konseling, suatu cabang ilmu pendidikan sebagai
aplikasi dari beberapa disiplin ilmu, seperti: sosiologi, teknologi dan
terutama psikologi.
Tentunya masih banyak cabang-cabang ilmu pendidikan lainnya yang
terus semakin berkembang yang dihasilkan melalui berbagai kajian ilmiah.
2. Pendekatan Filosofi
Pendekatan filosofi yaitu suatu pendekatan untuk menelaah dan
memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan menggunakan metode filsafat.
Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah pendidikan tidak hanya
menyangkut pelaksanaan pendidikan semata, yang hanya terbatas pada pengalaman.
Dalam pendidikan akan muncul masalah-masalah yang lebih luas, kompleks dan
lebih mendalam, yang tidak terbatas oleh pengalaman inderawi maupun fakta-fakta
faktual, yang tidak mungkin dapat dijangkau oleh sains. Masalah-masalah
tersebut diantaranya adalah tujuan pendidikan yang bersumber dari tujuan hidup
manusia dan nilai sebagai pandangan hidup. Nilai dan tujuan hidup memang
merupakan fakta, namun pembahasannya tidak bisa dengan menggunakan cara-cara
yang dilakukan oleh sains, melainkan diperlukan suatu perenungan yang lebih
mendalam.
Cara kerja pendekatan filsafat dalam pendidikan dilakukan melalui metode
berfikir yang radikal, sistematis dan menyeluruh tentang pendidikan, yang dapat
dikelompokkan ke dalam tiga model:
(1) model filsafat spekulatif;
(2) model filsafat preskriptif;
(3) model filsafat analitik. Filsafat spekulatif adalah cara
berfikir sistematis tentang segala yang ada, merenungkan secara
rasional-spekulatif seluruh persoalan manusia dengan segala yang ada di jagat
raya ini dengan asumsi manusia memliki kekuatan intelektual yang sangat tinggi
dan berusaha mencari dan menemukan hubungan dalam keseluruhan alam berfikir dan
keseluruhan pengalaman Filsafat preskriptif berusaha untuk menghasilkan suatu
ukuran (standar) penilaian tentang nilai-nilai, penilaian tentang perbuatan
manusia, penilaian tentang seni, menguji apa yang disebut baik dan jahat, benar
dan salah, bagus dan jelek. Nilai suatu benda pada dasarnya inherent dalam
dirinya, atau hanya merupakan gambaran dari fikiran kita. Dalam konteks
pendidikan, filsafat preskriptif memberi resep tentang perbuatan atau perilaku
manusia yang bermanfaat. Filsafat analitik memusatkan pemikirannya pada
kata-kata, istilah-istilah, dan pengertian-pengertian dalam bahasa, menguji
suatu ide atau gagasan untuk menjernihkan dan menjelaskan istilah-istilah yang
dipergunakan secara hati dan cenderung untuk tidak membangun suatu mazhab dalam
sistem berfikir (disarikan dari Uyoh Sadulloh, 1994)
Terdapat beberapa aliran dalam filsafat, diantaranya: idealisme, materialisme,
realisme dan pragmatisme (Ismaun, 2001). Aplikasi aliran-aliran filsafat
tersebut dalam pendidikan kemudian menghasilkan filsafat pendidikan, yang selaras dengan aliran-aliran filsafat
tersebut. Filsafat pendidikan akan berusaha memahami pendidikan dalam
keseluruhan, menafsirkannya dengan konsep-konsep umum, yang akan membimbing
kita dalam merumuskan tujuan dan kebijakan pendidikan.
Dari kajian tentang filsafat pendidikan selanjutnya dihasilkan berbagai
teori pendidikan, diantaranya:
(1) perenialisme;
(2) esensialisme;
(3) progresivisme; dan
(4) rekonstruktivisme. (Ella Yulaelawati, 2003).
Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran
dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan
dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari.
Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut ,
kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih
berorientasi ke masa lalu.
Essensialisme menekankan pentingnya
pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik
agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata
pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang
berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme,
essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
Eksistensialisme menekankan pada
individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami
kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan :
bagaimana saya hidup di dunia? Apa pengalaman itu?
Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan
individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses.
Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
Rekonstruktivisme merupakan
elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban
manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan
individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan
tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan
mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan
sesuatu? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses.
3. Pendekatan Religi
Pendekatan religi yaitu suatu pendekatan untuk menyusun teori-teori
pendidikan dengan bersumber dan berlandaskan pada ajaran agama. Di dalamnya
berisikan keyakinan dan nilai-nilai tentang kehidupan yang dapat dijadikan
sebagai sumber untuk menentukan tujuan, metode bahkan sampai dengan jenis-jenis
pendidikan.
Cara kerja pendekatan religi berbeda dengan pendekatan sains maupun
filsafat dimana cara kerjanya bertumpukan sepenuhnya kepada akal atau ratio,
dalam pendekatan religi, titik tolaknya adalah keyakinan (keimanan). Pendekatan
religi menuntut orang meyakini dulu terhadap segala sesuatu yang diajarkan
dalam agama, baru kemudian mengerti, bukan sebaliknya.
Terkait dengan teori pendidikan Islam, Ahmad Tafsir (1992) dalam bukunya “ Ilmu
Pendidikan dalam Persfektif Islam” mengemukakan dasar ilmu pendidikan
Islam yaitu Al-Quran, Hadis dan Akal. Al-Quran diletakkan sebagai dasar pertama
dan Hadis Rasulullah SAW sebagai dasar kedua. Sementara akal digunakan untuk
membuat aturan dan teknis yang tidak boleh bertentangan dengan kedua sumber
utamanya (Al-Qur’an dan Hadis), yang memang telah terjamin kebenarannya. Dengan
demikian, teori pendidikan Islam tidak merujuk pada aliran-aliran filsafat
buatan manusia, yang tidak terjamin tingkat kebenarannya.
Berkenaan dengan tujuan pendidikan Islam, World Conference on
Muslim Education (Hasan Langgulung, 1986) merumuskan bahwa : “
Education should aim at balanced growth of the total personality of man through
Man’s spirit, intelellect the rational self, feelings and bodily senses.
Education should therefore cater for the growth of man in all its aspects,
spirituals, intelectual, imaginative, physical, scientific, linguistic, both
individually and collectively, and motivate all these aspects toward goodness
and attainment of perfection. The ultimate aim of Muslim Education lies in the
realization of complete submission to Allah on the level of individual, the
community and humanity at large.”
Sementara itu, Ahmad Tafsir (1992) merumuskan tentang tujuan umum pendidikan
Islam yaitu muslim yang sempurna dengan ciri-ciri :
(1) memiliki jasmani yang sehat, kuat dan berketerampilan;
(2) memiliki kecerdasan dan kepandaian dalam arti mampu
menyelesaikan secara cepat dan tepat; mampu menyelesaikan secara ilmiah dan
filosofis; memiliki dan mengembangkan sains; memiliki dan mengembangkan
filsafat dan
(3) memiliki hati yang takwa kepada Allah SWT, dengan sukarela
melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi larangannya dan hati memiliki hati
yang berkemampuan dengan alam gaib.
Dalam teori pendidikan Islam, dibicarakan pula tentang hal-hal yang
berkaitan dengan substansi pendidikan lainnya, seperti tentang sosok guru yang
islami, proses pembelajaran dan penilaian yang islami, dan sebagainya.
(selengkapnya lihat pemikiran Ahmad Tafsir dalam bukunya Ilmu Pendidikan dalam
Persfektif Islam)
Mengingat kompleksitas dan luasnya lingkup pendidikan, maka untuk menghasilkan
teori pendidikan yang lengkap dan menyeluruh kiranya tidak bisa hanya dengan
menggunakan satu pendekatan saja. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan holistik
dengan memadukan ketiga pendekatan di atas yang terintegrasi dan memliki
hubungan komplementer, saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya.
Pendekatan semacam ini biasa disebut pendekatan multidisipliner
Sumber:
Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam. Bandung: Rosda
Karya
Ali Saifullah.HA. 1983. Antara Filsafat dan Pendidikan: Pengantar Filsafat
Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional
Hasan Langgulung, 1986. Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa
Psikologi dan Pendidikan. Jakarta: Pustaka Al-Husna
Ismaun. 2001. Filsafat Ilmu I. (Diktat Kuliah). Bandung: UPI
Bandung.
Uyoh Sadulloh.1994. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: P.T. Media Iptek