Powered By Blogger

Sabtu, 24 September 2011

Elegi Menggapai Dimensi

Paulus Roy Saputra
PPs PM C
11709251044

Pertanyaan buat Bpk Marsigit : Apakah dimensi sesorang yang mengabdikan diri nya kepada Tuhan (orang awam dan kolot akan perubahan jaman),lebih tinggi daripada orang yang cerdas dan bernurani?

Mohon Jawaban dan bimbingan nya...

Menggapai Kebenaran

"Apa yang kamu yakini sebagai sebuah kebenaran mungkin bukan lah sebuah kebenaran buat yang lainnya".. itu lah refleksi untuk kita bahwa kebenaran yang di milki manusia adalah kebenaran yang relatif menurut ruang dan waktu. Segala sesuatu yang tidak mampu kita pecahkan melalui nalar, pikiran, dan hati kita adalah adalah skema Tuhan kepada manusia untuk tidak perlu mengetahui kebenaran nya. Karena kebenaran sejati itu adalah Tuhan itu sendiri. Dia lah empu nya kebenaran yang tidak terbatas dengan ruang dan waktu.

11709251044

Selasa, 20 September 2011

Elegi Sang Bagawat Menggoda Sarang Lebah

seorang pemimpin haruslah seorang yang siap memberikan PENGORBANANyang tertinggi, ia selalu berada di garis terdepan MEMBELA pengikutnya, menanggung RISIKO yang paling berat, selalu mengupayakan SOLUSI bukan PERINTAH dan caci maki. Ketika mendapat penghargaan, ia memberikan kreditnya kepada para pengikutnya dan bukan kepada dirinya sendiri.

Bila kita dapat menyepakati bahwa kepemimpinan sejati dicirikan oleh visi, integritas (selarasnya kata dan perbuatan), dan harapan, maka mungkin kita juga dapat menerima kenyataan bahwa Indonesia adalah sebuah bangsa yang telah kehilangan pemimpin. Yang kita miliki beberapa dekade terakhir ini adalah pejabat-pejabat, yakni orang-orang yang memahami kepemimpinan pertama-tama dan terutama sebagai sebuah jabatan elitis dan karenanya perlu diperebutkan. Yang kita miliki adalah pemimpin yang mengukuhkan kepasrahan, mereka yang menerima realitas masa kini apa adanya, mereka yang mengikuti berbagai prosedur standar yang sudah ada, mereka yang tidak pernah mampu mengubah haluan atau membuat perubahan dan mereka yang mampu mengubah kepemimpinan sebagai pemenuh kebutuhan sendiri. Apatis dengan pendapat, tertutup, munafik dan individualisme.

Jadi, masalahnya sekarang adalah siapakah yang mau menguji dan menggugat kembali “penglihatannya”? Siapakah yang tidak merasa puas dengan kondisi Indonesia masa kini dan pada saat yang sama mampu melihat kondisi masa depan yang lebih berkesesuaian dengan potensi masyarakat bangsa dan negara Indonesia? Siapakah yang masih mampu menyelaraskan kata dan perbuatannya (membangun integritas)? Siapakah yang masih mampu mempertahankan harapannya? Siapakah yang masih melek mata budi dan mata batinnya? Mari kita cari orang-orang semacam itu, terutama di kalangan kaum muda. Dan mari kita nobatkan mereka menjadi pemimpin kita.

Matematika bisa mengusir Setan

Setinggi-tinggi nya orang berpikir jangan lah mendegradasi/mengurangi hakikat dari spritual. Tidak sedikit dari ilmuwan ingin melampui kekuatannya sendiri tergoda untuk mencapai kesempurnaan duniawi yang berujung dengan kesombongan di mata sesama dan Tuhan. Kesombongan lah sebenarnya dosa terbesar di dunia ini. Bahkan luas nya alam semesta ini tidak akan sanggup untuk menundukan sebuah kesombongan. Maka dari itu orang sombong akan bersifat destruktif bagi ilmu, moral, norma dan spritual. Hendak nya kita belajar dari padi, semakin berisi maka semakin merunduk. Semakin berilmu,semakin rendah hati terhadap sesama dan Tuhan. Karena hanya dengan kerendahan hatilah sesorang mampu membangun sebuah keiklhasan.

Sedikit mengulangi perkataan Bpk. Marsigit bahwa "Setinggi-tinggi derajat manusia didunia masih kalah tinggi dengan orang yang ikhlas. Itulah hukumnya dalam matematika bahwa bilangan besar betapapun jika dipangkatkan Nol maka hasilnya adalah Satu. Nol itu adalah ikhlasnya orang beriman, sedangkan Satu itu Esanya Tuhanku"... Thanks Sir.. It's impressive..

Senin, 19 September 2011

Biarkanlah filsafat membelah pemikiran mu

Filsafat itu menurut saya bahasa yang memiliki makna dari setiap kata dan ucapan yang tertuang dalam bahasa yang sangat indah di lubuk hati. Seolah saya bertemu dengan orang yang sangat saya sayangi,
seolah saya bertemu dangan musuh yang sangat berat,bahkan dalam ruang pemikiran yang dalam.. saya bertemu pencerminan dari diri saya sendiri yang belum saya sadari.
Orang tidak akan berada dalam ruang dan waktu yang di ciptakan oleh filsafat walaupun banyak membaca sekalipun,karena filsafat itu membutuhkan sudut pandang yang berbeda untuk memahami nya,
membutuhkan kekuatan untuk mampu menyelami dalam setiap kelemahan-kelemahan karena kesombongan diri, bahkan memerlukan perjalanan empiris untuk memahami setiap detil
ungkapan yang di berikan oleh filsafat itu sendiri. Iklhaskan lah diri untuk masuk ke dalam arus nya, bukan untuk melawannya karena semakin kuat diri untuk melawan maka tidak akan mendapatkan apa-apa.
Tapi jika diri ini bisa tenang dan mengikuti arusnya, niscaya akan sampai dengan tujuan dari hakekat berfilsafat itu sendiri.

Minggu, 18 September 2011

Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 1: Intuisi dalam Matematika

Dalam memecahkan masalah matematika diperlukan proses berpikir analitik dan logika. Hal ini menunjukkan bahwa memecahkan masalah matematika merupakan kegiatan formalisme dalam matematika. Namun demikian formalisme hanyalah hasil akhir dari aktivitas matematika. Pada kenyataannya bahwa proses memformulasi pengetahuan matematika menjadi gagasan yang kaku.

Memecahkan masalah memerlukan aktivitas kognisi lain yang berbeda dengan aktivitas mental yang bersifat analitik dan logis. Karena itu diasumsikan bahwa aktivitas mental seseorang terdiri atas kognisi formal (formal cognition) dan kognisi intuitif (intuitive cognition). Saya sedikit mengutip teori  Bruner (1974) dan Hart (1993) mengungkapkan bahwa dalam memecahkan masalah matematika, ada dua pendekatan yaitu secara analitik dan intuisi. Intuisi didefinisikan sebagai kognisi yang secara subyektif kebenarannya terkandung di dalamnya, dapat diterima langsung, holistik, bersifat memaksa, ekstrapolatif, tidak analitis, tanpa suatu proses penalaran secara logis.

Disadari, bahwa pembelajaran matematika saat ini masih didominasi pada pengembangan kognisi formal, akibatnya matematika menjadi tampak sebagai barang asing yang tidak ada hubungannya
dengan pengetahuan informal pelajar atau keseharian pelajar. Kasarnya matematika itu tidak terbangun sebagaimana mesti nya yang diharapkan. Pembelajar dipaksa mengetahui keberadaan rumus dan strukturnya tanpa mengetahui kegunaan nyata dalam kehidupannya. Pelajar tidak diberi kesempatan yang cukup untuk berpikir sendiri mengenai gagasan matematika.

Pengalaman saya pun dulu sebagai seorang pelajar di sekolah seperti nya demikian. "Buat apa sih belajar matematika? Menghitung tinggi bayangan? Menentukan persamaan garis, menentukan ini dan itu menggunakan rumus dan kerumitannya... toh nyata nya jika saya ada utang Rp. 500 kepada teman, saya cukup meberikan Rp. 500 kembali. Sungguh sangat simpel. Keberadaan seperti ini lah yang membuat pelajar menjadi kurang percaya diri akan kemampuannya melakukan proses bermatematika, dan yang paling buruk, pembelajaran matematika tersebut tidak memberi tempat bagi intuisi pelajar, yang sebenarnya berkaitan erat dengan cara alamiah pelajar dalam belajar dan berpikir matematika.

Oleh sebab itu pembelajaran matematika secara utuh, yaitu mengembangkan kognisi formal dan kognisi intuitif perlu diupayakan. Langkah yang dapat dilakukan adalah selalu membelajarkan para pelajar untuk mengembangkan gagasan sendiri dalam memahami pengetahuan matematika dan memecahkan masalah-masalah matematika.

Tulisan ku tentang hidup dan perjuangan ini

Perjuangan selalu di identikan dengan pengorbanan dan kerja keras, maka tidak sembarang orang mampu menjadi seorang pejuang sejati, karena tidak sembarang orang yang memiliki keberanian dan niat yang kuat untuk menjadi seorang pejuang. Seseorang yang takut dengan atau enggan berjuang pada dasarnya memandang perjuangan sebagai hal yang berat, diman mengharuskan adanya pengorbanan dan kerja keras. Sebaliknya, seseorang yang berani dan semangat berjuang memandang bahwa dari perjuangan itu lah mereka akan mampu mewujudkan semua impian dan cita-cita, sehingga mereka menganggap perjuangan hanyalah sebagai sesuatu hal yang biasa. Perbedaan keduanya adalah cara pandang.

"Live is nothing... but dead is meaning"..
"Buat apa bisa bertahan hidup??? tapi tak berarti.. lebih baik berbuat sesuatu yang berarti walaupun harus mati..". itu lah yang di katakan aktor RAMBO IV..

Menurut ku... Rambo dalam kisahnya mempunyai dua pilihan dalam hidupnya, yaitu berjuang sekuat tenaga dan menjadi pemenang atau mati sia-sia... Dengan keberanian dan mengubah cara pandanglah, Rambo menjawab pilihan tersebut.

Lalu kita di hadapkan pada pilihan yang serupa, mana kah yang kita pilih? disadari atau tidak, setiap detik kehidupan kita syarat dengan pilihan. Pilihan itu sebenarnya sudah ada di hadapan kita ini, lalu masih kah kita bersembunyi di balik ketakutan?

"Sakit dalam perjuangan itu hanya sementara. Bisa jadi anda hanya merasakan semenit, sejam, sehari atau setahun. Tapi jika anda menyerah... anda akan merasakan sakit itu selama nya..."